Verifikasi dan Klarifikasi Informasi Sebelum Publikasi

9 jam lalu
Bagikan Artikel Ini
img-content
Pengaruh Media Sosial terhadap Kesehatan Mental Remaja
Iklan

Membangun Komunikasi Profetik Berbasis Tabayyun Terhadap Ujaran Kebencian di Media Sosial

Abstrak

Ujaran kebencian memberikan dampak negatif yang begitu besar bagi kehidupan manusia karena penyebarannya bersifat mengubah perilaku masyarakat dan sangat cepat bahkan susah untuk dikendalikan di media sosial. Informasi dan pengguna media sosial terus bertambah di setiap harinya. Dalam hal ini perspektif Islam melalui komunikasi profetik bekerja sebagai teori ilmu sosial profetik dalam menanggapi ujaran kebencian. Menurut paradigma Kuntowijoyo komunikasi profetik memiliki tiga nilai yaitu, humanisme, liberasi dan transendensi.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Metode penelitian ini adalah Kualitatif Kajian Pustaka yang memungkinkan mengkaji sumber data dari jurnal, penelitian, serta buku-buku. Fokus penelitian pada pola komunikasi ala nabi menanggapi ujaran kebencian dalam menegakkan kebaikan dalam perkataan dan interaksi antar manusia, selain itu terdapat nilai kebebasan yang tidak terjerumus dalam mencegah kejahatan serta nilai kesadaran hubungan keimanan manusia terhadap Tuhan dalam kehidupan sosial termasuk di media sosial.

Kata Kunci: komunikasi profetik, Tabayyun, ujaran kebencian, media sosial.

PENDAHULUAN

Pada era globalisasi ini Teknologi yang mengalami kemajuan dan semakin berkembang. Hal tersebut banyak mengubah pola pikir masyarakat hampir di seluruh dunia.  Teknologi sudah menjadi kebutuhan yang saat ini hidup berdampingan dengan masyarakat era globalisasi. Tetapi penggunaan teknologi memiliki banyak ketidakseimbangan dalam kehidupan keseharian masyarakat modern terlebih dalam sifat dan sikapnya. Kasus demi kasus bermunculan dengan terciptanya media sosial sebagai tempat untuk interaksi sosial masyarakat modern. Dampak negatif dalam bersosial media sering terabaikan oleh penggunanya, termasuk ujaran kebencian serta masalah yang bermunculan dalam kehidupan sosial. Hal tersebut timbul dari intensnya masyarakat menjadikan media sosial sebagai satu-satunya cara dalam menyampaikan kebebasan berekspresi.(Marwa, 2019)

Fenomena ujaran kebencian di media sosial kerap memicu konflik, permusuhan, dan perpecahan. Ujaran ini berupa hinaan, provokasi, dan fitnah yang mencederai martabat serta menimbulkan kerugian moral dan materiil. Salah satu faktor utama merebaknya ujaran kebencian adalah minimnya tabayyun (verifikasi dan klarifikasi informasi sebelum disebarluaskan), yang memungkinkan informasi palsu atau tidak terkonfirmasi menyebar dengan cepat, memicu kebencian. Fenomena ini menjadi masalah serius karena dapat merusak persaudaraan dan tali silaturahmi.(Mawarti, 2018)

Selain itu pemanfaatan Komunikasi profetik yang berlandaskan nilai humanisme, liberasi, dan transendensi, dipadukan dengan prinsip-prinsip tabayyun menjadi kerangka utama dalam membangun komunikasi yang bertanggung jawab dan menentang ujaran kebencian di media sosial. Komunikasi Profetik serta penerapan tabayyun dalam konteks media sosial diharapkan menjadi solusi efektif untuk memerangi ujaran kebencian, menjaga ketertiban sosial, dan menyebarkan ajaran-ajaran yang damai dan baik di ranah digital. Dengan demikian, media sosial tidak hanya menjadi arena berekspresi secara bebas dan tanpa batas, tetapi juga ruang yang menjunjung tinggi norma, etika, dan ajaran Islam, serta menjunjung tinggi prinsip tabayyun sebagai fondasinya.(Sakdiah, 2025) 

ISI

Penelitian menunjukkan bahwa media sosial didominasi oleh konten individualistis, yang dapat berdampak negatif pada perilaku pengguna, termasuk penyebaran ujaran kebencian. Komunikasi profetik, yang meneladani pola komunikasi Nabi Muhammad (saw), sangat penting dalam memerangi fenomena ujaran kebencian ini, dengan mengintegrasikan nilai-nilai sebagai berikut:(Hasibuan, 2019)

  1. Pembebasan, menekankan pentingnya kebebasan berbicara yang bertanggung jawab dan moderat, sesuai dengan ajaran Nabi, yang menganjurkan "berkata baik atau diam." Pendekatan ini berfungsi untuk mencegah kejahatan yang menyebar di ranah digital, di mana ujaran kebencian dapat memicu konflik dan permusuhan.
  2. Transendensi, mengingatkan pengguna media sosial akan hubungan vertikal antara manusia dan Tuhan sebagai landasan komunikasi moral dan etika. Kesadaran ini mendorong pengguna internet untuk menahan diri dalam ucapan dan kehidupan mereka di dunia digital, bertanggung jawab atas setiap perkataan dan tindakan, serta memahami konsekuensi spiritual dari perilaku daring mereka.
  3. Praktik komunikasi kenabian, mengajarkan kita untuk tidak membalas hinaan dengan hinaan, menahan diri dalam berbicara, dan mengutamakan kasih sayang serta penyebaran kabar baik.

Selain itu terdapat Nilai-nilai humanis menekankan amar ma'ruf (amar ma'ruf), menegakkan kebenaran dan kebaikan berdasarkan ajaran agama, serta mewajibkan pengguna media sosial untuk memilih dan memverifikasi informasi (tabayyun) agar terhindar dari penyebaran kebencian. Pembebasan mengajarkan kebebasan yang bertanggung jawab tanpa berlebihan, menghindari ujaran negatif atau ofensif. Di sisi lain, transendensi memperkuat kesadaran moral dan spiritual bahwa setiap tindakan, termasuk di media sosial, memiliki konsekuensi vertikal di hadapan Tuhan.(Muhlis & Musliadi, 2022)

Pengguna media sosial harus mengedepankan etika komunikasi profetik dengan menahan diri dari bereaksi negatif terhadap hinaan, menjaga kesopanan dalam berkomentar, dan berfokus pada penyebaran kebaikan dan kabar gembira. Kesadaran keimanan merupakan pedoman mendasar dalam menghindari ujaran kebencian. Penelitian ini menegaskan bahwa media sosial memiliki kekuatan untuk mengubah perilaku sosial, sehingga komunikasi profetik dan tabayyun memainkan peran krusial sebagai standar komunikasi yang sehat dan damai di ruang digital, sekaligus mencegah penyebaran ujaran kebencian yang merusak kerukunan sosial.(Hasibuan, 2019)  

Pentingnya keterampilan tabayyun (klarifikasi dan verifikasi informasi) pengguna internet sebagai komponen komunikasi kenabian, mencegah mereka dari mudah tertipu atau menyebarkan disinformasi yang dapat memicu kebencian. Kajian ini juga menyatakan bahwa pengguna internet hendaknya tidak bereaksi dengan cara yang sama terhadap hinaan atau ujaran kebencian, melainkan menahan diri sebagai perwujudan akhlak mulia, sesuai dengan ajaran Nabi. Penelitian ini juga menekankan bahwa media sosial seharusnya menjadi ruang interaksi sosial yang aman, nyaman, dan konstruktif, yang menghormati martabat manusia dan mempromosikan perdamaian. Ujaran kebencian, yang merusak hubungan dan menyebabkan kerugian moral dan material, harus dicegah melalui komunikasi yang mengutamakan nilai-nilai amar ma'ruf nahi munkar (amar ma'ruf nahi munkar).(Nasoha, 2025)

KESIMPULAN

Ujaran kebencian yang menyebar dengan cepat di media sosial memiliki konsekuensi material dan moral yang negatif, seperti melukai perasaan korban dan menghancurkan ikatan sosial. Dari perspektif Islam, ujaran kebencian merupakan pelanggaran yang mengarah pada dosa dan mengganggu kerukunan sosial. Komunikasi profetik, berdasarkan paradigma Kuntowijoyo, menawarkan tiga nilai utama: praktik komunikasi, pembebasan, dan transendensi sebagai landasan komunikasi yang efektif dalam memerangi ujaran kebencian.

Praktik Komunikasi mendorong penyebaran kebaikan dan penegakan kebenaran dalam interaksi sosial digital. Nilai pembebasan menekankan kebebasan berekspresi yang moderat dan bertanggung jawab, sesuai dengan pola komunikasi Nabi, yang mencegah kemungkaran. Sementara itu, nilai transendensi mengingatkan setiap orang akan hubungan vertikal mereka dengan Tuhan sebagai pedoman moral bagi perilaku etis di media sosial.

Melalui komunikasi profetik, pengguna media sosial didorong untuk menyaring informasi berdasarkan prinsip tabayyun (perenungan), menjaga kesantunan dalam tutur kata dan tulisan, serta menghindari ujaran kebencian yang memecah belah. Kesadaran akan tanggung jawab moral dan spiritual dalam interaksi digital sangat penting untuk mencapai media sosial yang damai, harmonis, dan welas asih. Oleh karena itu, komunikasi profetik dapat menjadi solusi strategis dalam membangun masyarakat digital yang sehat dan beradab.

Bagikan Artikel Ini
img-content
Heni Miani

Penulis Indonesiana

0 Pengikut

Baca Juga











Artikel Terpopuler